STUDI
PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL TWITTER BERKAITAN DENGAN CARA BELAJAR PESERTA SBMPTN
Raden
Ayu Vissy Mega Ryadi
111811133081
| Abstrak.
Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui peran dan pengaruh Twitter sebagai salah satu
pelatar media sosial yang menyediakan tempat untuk bertukar informasi, yang
secara tidak langsung memengaruhi cara belajar, khususnya bagi para peserta
ujian SBMPTN. Penelitian merupakan penelitian kuantitatif, dan dilakukan di
media sosial sejak tanggal 14 Mei 2019 hingga 16 Mei 2019. Populasi dalam
penelitian ini adalah peserta ujian SBMPTN dengan menggunakan metode
pengambilan sampel purposive sampling,
yaitu pengambilan sampel secara khusus dengan mempertimbangkan beberapa faktor,
yaitu: merupakan pengguna Twitter dan merupakan peserta ujian atau calon
peserta ujian SBMPTN pada tahun 2018-2020. Metode yang digunakan adalah
kuesioner dan observasi. Penulis akan mengobservasi kegiatan di media sosial
Twitter berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang dicantumkan di kuesioner
dan fenomena ini secara umum. Data yang dihasilkan dari kuesioner akan
disajikan dalam bentuk angka yang kemudian akan dianalisis. Dari
penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar
peserta ujian yang memakai Twitter pernah melihat utas berisi materi
pembelajaran dan tips/trik untuk belajar, dan cukup banyak yang menggunakan
atau mengimplementasikan isinya. Kemudian, cukup banyak di antara mereka yang
mengikuti akun yang bertema edukasional, seperti autobase, figur publik, atau komunitas. Sebagian besar lebih sering
berinteraksi dengan sesama peserta ujian. Berkaitan dengan teori Bandura,
ketika mereka melihat cara belajar orang lain, mereka dapat meniru cara belajar
tersebut. Ketika cara belajar orang lain itu menuai hasil yang baik bagi orang
tersebut, mereka akan menirunya dengan mengharapkan hasil yang baik pula.
Kata
kunci: media sosial, Twitter, cara belajar, peserta SBMPTN.
| Pendahuluan.
Tak dapat dipungkiri, zaman terus berubah.
Teknologi yang dulunya tak ada, kini telah ditemukan dan bahkan menjadi bagian
dari kehidupan masyarakat. Perubahan tersebut tak hanya terbatas pada teknologi
yang sekarang makin mempermudah pekerjaan manusia, melainkan juga sifat manusia
saat ini, dan cara pandang serta gaya hidup manusia. Perkembangan teknologi
memungkinkan kemudahan akses ke manapun, tak terkecuali untuk mengenyam
pendidikan. Hampir seluruh jenjang sekolah telah menggunakan teknologi dalam
aplikasi pembelajarannya.
Setelah lulus dari sekolah, dan demi
melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi, siswa SMA harus menjalani
berbagai rangkaian ujian dan tes. Salah satu ujian tersebut adalah SBMPTN
(Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri). SBMPTN merupakan seleksi yang
dilakukan oleh PTN di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi (Kemristekdikti) dan Kementerian Agama secara bersama di bawah
koordinasi LTMPT dengan seleksi berdasarkan hasil UTBK saja atau hasil UTBK dan
kriteria lain yang ditetapkan bersama oleh PTN UTBK adalah Ujian Tulis Berbasis
Komputer. Sejak 2016, Kemristekdikti telah memperkenalkan UTBK sebagai salah
satu cara menempuh ujian SBMPTN. Sejak tahun 2019, pengaplikasian SBMPTN dengan
UTBK sudah semakin luas, bahkan seluruh peserta saat ini menempuh UTBK. Ujian
ini dapat diikuti oleh siswa lulusan tahun 2017, 2018, dan 2019 dari pendidikan
menengah (SMA/MA/SMK) dan sederajat, serta lulusan Paket C tahun 2017, 2018,
dan 2019. (LTMPT, 2019). Dapat dilihat
bahwa ujian masuk perguruan tinggi pun kini telah beradaptasi dengan
perkembangan teknologi yang begitu pesat.
Perkembangan teknologi juga berdampak pada
media sosial. Menurut Hootsuite yang mengunggah laporan pengguna internet dan
media sosial di seluruh dunia Januari 2019 silam, pengguna media sosial aktif
di Indonesia adalah sebesar 150 juta orang. Jumlah tersebut meningkat sebesar
15% dari tahun sebelumnya, atau sekitar 20 juta orang. Pelantar media sosial
yang paling aktif di Indonesia adalah YouTube dengan persentase 88%, disusul
dengan WhatsApp (83%), Facebook (81%), Instagram (80%), LINE (59%), kemudian
Twitter di peringkat ke-6 (52%) (Riyanto, 2019).
Sebagai salah satu media sosial yang
banyak digunakan di Indonesia, Twitter telah memiliki jutaan pengguna yang
berasal dari negara kita. Tidak hanya masyarakat, tapi juga artis, figur
publik, politisi—bahkan presiden saat ini, Joko Widodo, juga menggunakan
Twitter. Alasannya banyak
sekali. Salah satu yang paling utama, Twitter adalah media sosial yang sangat
praktis dan mudah digunakan. Setiap tweet—teks
yang diunggah ke Twitter oleh penggunanya—dibatasi dengan jumlah kurang lebih
280 huruf. Semua orang bisa me-retweet,
atau mengunggah kembali setiap tweet
jika setuju dengan isi unggahan tersebut, atau quote tweet jika ingin
mengomentari suatu tweet. Fitur like digunakan secara berbeda oleh
setiap penggunanya. Ada yang menggunakan fitur ini untuk tweet yang disukai, tweet
yang penting, atau sekadar menyetujui isi tweet
tersebut. Profil Twitter juga sangat praktis, hanya terdiri atas foto profil,
nama, nama pengguna, bio—deskripsi
singkat mengenai pengguna, lokasi, alamat web, dan ulang tahun. Benar, Twitter
menggunakan nama pengguna yang dapat diubah oleh penggunanya sesuka hati,
asalkan nama tersebut tidak pernah digunakan oleh orang lain. Karena itu,
biasanya nama pengguna Twitter kebanyakan unik dan kreatif. Karena tampilannya
yang praktis, Twitter juga cukup menghemat pengeluaran pulsa internet. Pendistribusian
informasi melalui tweet secara umum
sangat mudah. Jika ada satu orang yang me-retweet
atau me-like sebuah tweet, tweet tersebut akan muncul di
linimasa pengikut orang tersebut. Komunitas-komunitas di Twitter juga tak kalah. Sangat mudah untuk
bertemu dengan orang lain di Twitter dan berbincang, karena media sosial ini
sangat luas. Bertemu dan berbincang dengan orang asing pun mudah. Pengguna
Twitter datang dari seluruh penjuru dunia. Lewat satu tweet, seseorang dapat berinteraksi dengan ribuan orang. Lantas,
bagaimana peserta ujian memanfaatkan Twitter untuk membantu proses pembelajaran? Berapa banyak pengguna Twitter yang merupakan peserta ujian yang menggunakan media sosial ini sebagai alat bantu pembelajaran?
Ada
banyak akun Twitter yang bertujuan untuk mengedukasi, entah itu figur publik
seperti Ivan Lanin, atau akun yang digunakan seperti basis komunitas khusus
para pelajar dan autobase (akun yang
dapat digunakan bersama dengan cara mengirimkan apapun yang ingin dikirimkan
melalui DM [direct message, pesan
pribadi] ke akun tersebut. Kemudian, akun itu akan mem-posting DM secara otomatis) seperti Educationfess. Lewat akun-akun
seperti ini, pelajar dapat memiliki akses pada pendidikan tambahan, dan sesama
pelajar lain untuk sekadar saling bertukar pikiran dan saling mengajari. Tak
jarang ada yang membagi ilmu dan cara belajarnya masing-masing, baik itu
melalui interaksi langsung maupun dengan mengunggah utas (thread, atau kumpulan beberapa tweet
yang disambung untuk membentuk semacam artikel). Kegiatan jual-beli juga lazim
ditemukan, seperti jual-beli buku, bahkan akun pelantar edukasi seperti Zenius
dan Quipper.
Penulis
tertarik untuk meneliti fenomena ini, dengan dugaan awal bahwa peserta ujian
menggunakan Twitter untuk berinteraksi dengan sesama pengguna lainnya, terutama
peserta ujian, untuk bertukar informasi. Dalam penelitian ini, penulis
mengaitkan fenomena ini dengan teori belajar sosial atau disebut juga teori observational learning, sebuah teori
belajar yang relatif masih baru dibandingkan dengan teori-teori belajar
lainnya. Prinsip
dasar belajar menurut teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam
belajar sosial dan moral terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modelling). Teori ini juga masih memandang pentingnya conditioning. Melalui pemberian reward dan punishment, seorang individu akan berpikir dan memutuskan perilaku
sosial mana yang perlu dilakukan. (Bandura, 1977). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan
pengaruh Twitter sebagai salah satu pelatar media sosial yang menyediakan
tempat untuk bertukar informasi, yang secara tidak langsung memengaruhi cara
belajar, khususnya bagi para peserta ujian SBMPTN.
| Metode
Penelitian
merupakan penelitian kuantitatif, dan dilakukan di media sosial sejak tanggal
14 Mei 2019 hingga 16 Mei 2019. Populasi dalam penelitian ini adalah peserta
ujian SBMPTN dengan menggunakan metode pengambilan sampel purposive sampling, yaitu pengambilan sampel secara khusus dengan
mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu: merupakan pengguna Twitter dan
merupakan peserta ujian atau calon peserta ujian SBMPTN pada tahun 2018-2020. Metode
yang digunakan adalah kuesioner dan observasi. Penulis akan mengobservasi
kegiatan di media sosial Twitter berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan yang
dicantumkan di kuesioner dan fenomena ini secara umum. Data yang dihasilkan
dari kuesioner akan disajikan dalam bentuk angka yang kemudian akan dianalisis.
| Hasil dan Pembahasan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,
penulis menerima 90 orang responden yang telah mengisi kuesioner. Pertanyaan
pertama adalah “Pernahkah Anda menemukan utas (thread) yang berkaitan dengan materi sekolah atau materi ujian?”
86,7% (78 orang) responden menjawab ‘Ya’, dan 13,3% (12 orang) responden
menjawab tidak. Dapat dilihat bahwa utas berisi materi pembelajaran merupakan
hal yang cukup sering dijumpai di Twitter. Utas berisi materi pembelajaran ini
biasanya merupakan rangkuman materi atau contoh soal yang diperoleh dari
berbagai sumber, kemudian dibagikan kembali melalui utas oleh beberapa
pengguna. Pertanyaan kedua adalah “Jika ya, apakah Anda pernah
menggunakan/mengimplementasikan isi utas tersebut?” 67,8% responden (61 orang)
menjawab ‘Ya’, 18,9% (17 orang) responden menjawab ‘Tidak’, dan 13,3% (12
orang) responden menjawab ‘Saya tidak pernah menemukan utas yang berkaitan
dengan materi sekolah atau materi ujian.’ Dari 78 orang responden yang melihat
utas berkaitan dengan materi pembelajaran, 61 orang di antaranya menggunakan
isi utas tersebut.
Hasil kedua pertanyaan tersebut
menunjukkan bahwa utas berisi materi pembelajaran memang banyak muncul karena
pembuatnya ingin membagikan materi yang mereka miliki. Menurut hasil observasi
penulis, biasanya calon pembuat utas akan menawarkan materi yang ia miliki di
basis komunitas besar, seperti Educationfess. Bukan sembarang materi, biasanya
berupa rangkuman materi yang telah dipercantik, atau kumpulan soal yang berasal
dari sumber yang terkenal di kalangan murid, seperti Pak Anang. Pengguna
lainnya biasanya membalas tweet calon
pembuat utas dan menerima tawaran tersebut. Jika orang yang membalas tweet tersebut cukup banyak bagi si
calon pembuat utas, maka ia akan membuat utas tersebut dan membagikan
tautannya. Seperti yang telah tercermin dari jawaban para responden, utas yang
berkaitan dengan materi pembelajaran seperti ini memang sangat berguna dan sering
digunakan oleh pembacanya. Semua itu karena biasanya, para peserta ujian haus
akan materi tambahan untuk membantu meningkatkan pembelajarannya. Kemudian,
jika materi yang ditemukan dalam utas merupakan rangkuman materi yang telah
dipercantik dan dihias sehingga membuat pembacanya tertarik untuk membaca dan
belajar menggunakan materi tersebut, pembacanya bisa meniru contoh tersebut dan
melakukannya sendiri. Hal ini sesuai dengan teori belajar sosial yang
dicetuskan oleh Bandura.
Pertanyaan selanjutnya adalah “Pernahkah
Anda menemukan utas yang berkaitan dengan tips/trik untuk belajar, khususnya
untuk ujian?” 87,8% (79 orang) responden menjawab ‘Ya’, dan 12,2% (11 orang)
responden menjawab ‘Tidak’. Tak hanya utas mengenai materi pembelajaran,
tips/trik belajar juga sangat berguna, khususnya untuk peserta ujian. Di
pertanyaan selanjutnya, “Jika ya, apakah Anda pernah
menggunakan/mengimplementasikan isi utas tersebut?” 60% (54 orang) responden
menjawab ‘Ya’, 28,9% (26 orang) responden menjawab tidak, dan 11,1% (10 orang)
responden menjawab ‘Saya tidak pernah menemukan utas yang berkaitan dengan
tips/trik untuk belajar, khususnya untuk ujian.’ Dapat dilihat bahwa 54 dari 79
orang responden yang menemukan utas berisi tips/trik belajar yang pernah
mengimplementasikan isi utas tersebut.
Tips/trik belajar sangat berguna bagi peserta
ujian yang sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi ujian. Dari observasi
penulis, biasanya seseorang akan membuat tweet
pancingan dengan mengunggah hasil pembelajarannya, misalnya nilai yang telah
didapat setelah mengaplikasikan tips/trik belajar tertentu, kemudian melihat
apakah banyak yang berminat untuk mengetahui tips/trik belajar yang ia
aplikasikan. Setelah itu sang pembuat utas akan membagikan utas berisi
tips/trik belajar tersebut. Jika dikaji menggunakan teori belajar sosial
Bandura, orang-orang yang tertarik dengan tips/trik terlebih dahulu telah
melihat hasil yang didapatkan oleh pembuat utas, kemudian berharap mendapatkan
hasil yang setara. Oleh karena itu, mereka mengikuti tips/trik tersebut.
Pada pertanyaan “Apakah Anda salah satu
pengikut akun yang bertema pendidikan? (Misalnya autobase, figur publik, atau komunitas.)” 81,1% (73 orang)
responden menjawab ‘Ya’, dan 18,9% (17 orang) responden menjawab ‘Tidak’. Masih
berhubungan dengan itu, pertanyaan selanjutnya—“Jika ya, seberapa sering Anda
menggunakan jasa dan berinteraksi dengan akun-akun tersebut?”—meminta jawaban
berupa skala dari 1-5. 16,7% (15 orang) responden memilih skala 1, 18,9% (17
orang) responden memilih skala 2, 21,1% (19 orang) responden memilih skala 3,
34,4% (31 orang) responden memilih skala 4, dan 8,9% (8 orang) responden
memilih skala 5. Skala ini menunjukkan seberapa sering para responden
berinteraksi dan menggunakan akun yang mengedukasi.
Rata-rata dari skala ini adalah 3,34, yang
merupakan angka yang hampir berada di tengah-tengah. Ini berarti jumlah
responden yang sering menggunakan akun-akun tadi hampir setara dengan yang
tidak menggunakannya. Akun-akun ini tidak hanya berguna sebagai perantara dan
titik temu bagi pengikutnya, namun juga sebagai penyedia informasi. Dari hasil
observasi penulis, kebanyakan orang yang berinteraksi dengan akun-akun tersebut
melakukan interaksi pasif, seperti sekadar me-retweet atau me-like tweet dari
akun-akun yang bersangkutan, namun tidak benar-benar berinteraksi.
Pertanyaan selanjutnya yaitu “Pernahkah
Anda berinteraksi dengan orang lain yang sama-sama sedang mempersiapkan diri
untuk ujian lewat Twitter?” mendapatkan jawaban ‘Ya’ dari 52,2% (47 orang)
responden, ‘Tidak’ dari 31,1% (28 orang) responden, dan ‘Mungkin’ dari 16,7%
(15 orang) responden. Pertanyaan “Jika ya, interaksi macam apa yang pernah Anda
lakukan?” menunjukkan tipe-tipe interaksi yang mungkin dilakukan oleh sesame
peserta ujian, seperti ‘Membahas materi atau saling membantu menyelesaikan
persoalan tertentu’ yang dilakukan oleh 15,6% (14 orang) responden, ‘Saling
bertukar informasi umum mengenai ujian’ yang dilakukan oleh 43,3% (39 orang)
responden, ‘Saling bertukar tips dan trik menghadapi ujian’ yang dilakukan oleh
7,8% (7 orang) responden, dan ‘Saya tidak pernah berinteraksi dengan orang lain
yang sama-sama sedang mempersiapkan diri untuk ujian’ yang dipilih oleh 31,1%
(28 orang) responden. Selain itu, 2,2% (2 orang) responden memilih pilihan ‘Lainnya’,
di mana salah satunya menjawab bahwa ia berinteraksi dalam sebuah kelompok
belajar di Twitter, dan satu lagi menjawab bahwa ia berinteraksi untuk saling
menyemangati.
Bagi para peserta ujian yang saling
berinteraksi, berbagi materi, saling membahas dan membantu menyelesaikan
persoalan, baik itu dalam interaksi dua orang atau dalam kelompok, dapat
menguntungkan semua pihak karena semuanya sama-sama belajar. Kembali ke teori
belajar sosial, di mana mereka dapat saling belajar dari satu sama lain dengan
mengikuti cara belajar masing-masing. Begitu juga dengan saling berbagi tips
dan trik dan saling menyemangati. Sementara itu, dari observasi penulis, informasi
mengenai SBMPTN juga menjadi alasan mereka berinteraksi ketika mereka tidak
memahami atau gagal dalam pendaftaran atau sistem lainnya, dan tidak bisa
bertanya ke Kemristekdikti secara langsung. Oleh karena itu, mereka mencari
informasi melalui sesama peserta ujian.
| Kesimpulan.
Dari penelitian yang telah dilakukan,
dapat ditarik kesimpulan bahwa sebagian besar peserta ujian yang memakai
Twitter pernah melihat utas berisi materi pembelajaran dan tips/trik untuk
belajar, dan cukup banyak yang menggunakan atau mengimplementasikan isinya.
Kemudian, cukup banyak di antara mereka yang mengikuti akun yang bertema
edukasional, seperti autobase, figur
publik, atau komunitas. Sebagian besar lebih sering berinteraksi dengan sesama
peserta ujian. Berkaitan dengan teori Bandura, ketika mereka melihat cara
belajar orang lain, mereka dapat meniru cara belajar tersebut. Ketika cara
belajar orang lain itu menuai hasil yang baik bagi orang tersebut, mereka akan
menirunya dengan mengharapkan hasil yang baik pula.
| Daftar Pustaka.
Bandura,
A. (1977). Social Learning Theory. International Encyclopedia of Psychiatry,
Psychology, Psychoanalysis, and Neurology, Vol. 10, pp. 1–46.
LTMPT.
(2019). Website Resmi SBMPTN 2019. Retrieved May 15, 2019, from kominfo.go.id
website: https://sbmptn.ltmpt.ac.id/?mid=13
Riyanto,
A. (2019). Hootsuite (We Are Social) Indonesia 2019. Retrieved May 15, 2019,
from andi.link website:
https://andi.link/hootsuite-we-are-social-indonesian-digital-report-2019/